CIBEBER SEKARANG DAN YANG AKAN DATANG[1]
A. Pendahuluan
Masyarakat saat ini telah mengalami modernisasi atau dengan kata lain sedang hidup di zaman modern. Modernisasi ialah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini. Kemoderenan selalu identik dengan kehidupan keserbaadaan. Sedangkan modernisasi merupakan salah satu ciri dari peradaban maju.
Modernisasi selalu diartikan sebagai suatu proses di mana manusia melaluinya dengan cara mampu menguasai alam dengan memanfaatkan teknologi modern. Modernisai itu mencangkup : 1) pertumbuhan ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan, 2) adanya partisipasi politik masyarakat, 3) penyebaran norma-norma kehidupan, 4) tingginya tingkat mobilitas social dan geografis, dan 5) adanya Transformasi kepribadian.
Modernitas tersebut dapat dilihat dalam tiga dimensi, yaitu dimensi teknologis, organisasional dan sikap. Dimensi teknologi bisa dilacak pada dominasi industrialisasi sehingga masyarakat dapat dibedakan menjadi praindustri dan industri. Sedangkan dimensi organisasional adalah mengejawantah dalam tingkat diferensiasi dan spesialisasi serta menjelma menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks. Adapun sikap dalam kemoderenan mencakup rasionalitas dan sekularisasi dan pertentangan cara pandang ilmiah lawan magis –religius.
Gambaran di atas, adalah sebuah realitas yang sedang menggejala dan merambah dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat manusia. Masyarakat modern adalah adalah masyarakat yang selalu ingin bergaya hidup serba gelamor, pengen hidup enak dengan cepat, individualis, dan juga materialis karena hamper setiap dimensi kehidupan harus diukur dengan materi. Kondisi tersebut tentunya sangat bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat tradisionalis dan agamis, yang selalu mengedepankan nilai-nilai tradisi dan agama sebagai ukurannya.
Demikianlah, gambaran masyarakat saat ini. Bagaimana dengan Cibeber? Tidakkah cibeber juga telah mengalami metamorfosa seperti itu? Namun demikian, jika berbicara cibeber saat ini dan masa mendatang, tentunya tidaklah bisa dilepaskan dari nilai-nilai sejarah cibeber pada masa yang lalu. Karena bisa jadi secara individu atau kelompok tidak semuanya dapat dikategorikan ke dalam gambaran di atas, karena factor latar belakang pendidikan dan ketaatannya terhadap nilai transcendental sebuah ajaran agama yang diyakininya atau petuah-petuah orang tua masa lalu yang masih dipegang teguh olehnya.
B. Cibeber dalam Lintasan Sejarah
Mencermati perjalanan masyarakat Cibeber adalah tidak terlepas dari sejarah pesantren yang ada di cibeber, khususnya madrasah al-djauharotunnaqiyyah, karena madrasah ini pernah mengalami masa kejayaannya sekitar tahun 1953 samapi 1960, yaitu dikala K.H.Abdullatif, K.H.Suchari dan K.H.Astahari masih hidup. Tercatat jumlah pelajar madrasah dan pesantren seluruhnya kurang lebih 1700 siswa – siswi tiap-tiap tahun. Pelajar-pelajar atau santri-santri tersebut disamping dari daerah setempat dan sekitarnya, juga pelajar-pelajar yang datang dari daerah Lampung, Palembang, Cirebon, Jakarta, Purwakarta, Bogor, Tegal, Pekalongan, Semarang, dan daerah-daerah lainnya[2].
Adanya pelajar-pelajar setempat dan sekitarnya, juga pelajar-pelajar yang datang dari tempat yang jauh, yang lebih populer dengan sebutan santri adalah memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap pencitraan nama ”Cibeber”. Bertambahnya santri-santri tersebut adalah atas dasar (1) dengan cara mereka berkomunikasi dengan kawan-kawannya ditempat tinggal mereka tentang keadaan madrasah dan pesantren yang ada di Cibeber, kemudian kawan-kawannya berminat, akhirnya mereka turut belajar dimadrasah dan bertempat di pesantren. (2) Ada juga dengan jalan ikatan keluarga ataupun dengan jalan berdagang, misalnya menjual kerajinan tangan yang dihasilkan oleh Cibeber atau dagangan lainnya. Orang-orang tersebut berceritera mengenai hal ikhwal keadaan madrasah/pesantren Cibeber. Begitulah seterusnya, sehingga kian lama pelajar-pelajar/santri-santri banyak berdatangan ke Cibeber. (3) Pergaulan masyarakat setempat dengan para pelajar/santri yang baik menyebabkan betahnya pelajar-pelajar yang datang dari luar. (4) Tempat strategis, dilalui jalan Raya Merak – Jakarta, dimana banyak orang lalu lintas dari Sumaterake Jawa dan sebaliknya. Diantara mereka ada yang berminat menempatkan anaknya belajar dimadrasah Cibeber setelah melihat bangunan madrasah yang di laluinya. Juga Cibeber dilalui sungai kecil yang tidak pernah kering airnya, dimana airnya dialirkan ke kolam untuk keperluan pelajar/santri mandi atau keperluan lainnya[3].
Ternyata Cibeber menjadi harum namanya karena ketokohan sang kiyai dan pesantrennya. Tetapi bagaimana dalam perjalanannya setelah beberapa kiyai meninggal dunia, seperti KH.Abdul Lathief, masa KH. A. Najiullah, KH. Fuad Syihabuddin, dan KH. Syafiq? Ternyata pula Cibeber telah mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun non fisik.
Sekedar ilustrasi bahwa salah satu penyebab cepatnya arus perubahan masyarakat Cibeber adalah tidak lepas dari dampak industri yang masuk ke wilayah Cilegon, terutama industry baja (PT.Krakatu Steel). PT Krakatau Steel didirikan pada tanggal 31 Agustus 1970 sampai dengan tahun 1983 diresmikan beroperasinya Pabrik Slab Baja dan Pabrik Baja Lembaran Panas. serta tahun 1991 Pabrik Baja Lembaran Dingin yang merupakan pabrik baja perusahaan patungan yang berada di kawasan industri Cilegon bergabung menjadi unit produksi PT Krakatau Steel, melengkapi pabrik-pabrik baja lain yang telah ada (baca- sejarah PT.KS)[4].
C. Bagaimana Cibeber Sekarang?
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa dengan masuknya industri di wilayah Cilegon dan yang secara otomatis berdampak pada perubahan nama wilayahnya yaitu menjadi masyarakat industri. Maka sebagai konsekwensinya adalah banyak orang masuk ke Cilegon yang berasal dari berbagai macam etnis dan budaya serta agama. Dari berbagai macam warga tersebut membuat suatu komunitas yang wujudnya adalah sebuah wilayah pemukiman kota (perumahan: PCI, dll).
Dengan semakin banyaknya penduduk tersebut, dan sebagai tuntutan dari wilayah industry adalah harus disediakannya sarana perdagangan dan jasa. Sehigga lahirnya pertokoan dan supermarket, dan lain sebaginya. Kondisi demikian, tentunya dapat berdampak langsung pada masyarakat di sekitar Industri tersebut, tak terkecuali Cibeber. Sehingga orientasi masyarakat industri adalah berkecenderungan pada pola kehidupan yang rasional, maju dan modern. Dari sinilah nampaknya orientasi kehidupan masyarakat juga berubah, dari masyarakat berbasis pesantren menuju transisi ke masyarakat kota dan modern dengan berbagai macam aneka gaya dan kebutuhan hidup.
Salahkah itu? Tentunya tidak. Setiap masyarakat selama hidupnya, pasti mengalami perubahan. Perubahan bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya. Dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menarik atau tidak cocok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang sangat lambat sekali, akan tetapi ada pula yang berjalan cepat sekali. Perubahan-perubahan pada masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Cibeber sebagai bagian dari masyarakat industri Cilegon, nampaknya telah banyak mengalami perubahan. Perubahan yang paling menonjol adalah dari segi lonjakan penduduk dan penyempitan wilayah, pola hidup, nilai-nilai sosial-budaya- dan perilaku serta struktur sosial lainnya di masyarakat. Semuanya itu merupakan sebuah keniscayaan. Dan perubahan itu adalah tidak bisa dielakkan.
Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dengan karakter Cibeber masa lalu yang terlihat agamis sebagai masyarakat yang berbasis budaya pesantren? Masih adakah nilai-nilai budaya tersebut. Jika tidak, mengapa? Dan apa yang telah dilakukan pimpinan masyarakat dan orang tua. apakah nilai-nilai agama sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai materialis? Jika ia mengapa demikian? Itulah pertanyaan yang harus di jawab. Jangan sampai agama hanya berurusan dengan ibadah mahdah kepada Allah semata, namun nilai-nilai Ketuhanannya tidak menetes pada aspek kemanusiaan.
D. Bagaimana Cibeber pada Masa yang akan Datang?
Sebagai seorang muslim tentunya kita harus berpegangan pada hadits nabi yang menyatakan: bahwa hari ini adalah harus lebih baik dari pada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari pada hari ini. Ini artinya, bahwa kemajuan suatu masyarakat jangan hanya terlena dengan nostalgia kesuksesan masa lalu yang dilakukan oleh para sesepuh kita, karena masa lalu adalah berbeda dengan masa sekarang ini. Justru masa lalu yang sukses itu harus dipertahankan dari aspek semangat dan kebaikannya dan bahkan harus lebih dikembangkan lagi. Karena perbedaan masa, bisa jadi kesuksesan masa lalu itu ada yang sudah kurang sesuai dengan kebutuhan masa sekarang. Tapi jika yang kita ambil adalah semangatnya atau nilai-nilai dasarnya, maka tidak ada yang tidak sesuai, seperti semangat untuk maju, semangat untuk beribadah, semangat mempertahankan nilai-nilai agama dan aqidah, semangat kegotong royongan, dll.
Dalam urusan duniawi, tidakkah Rasulullah pernah bersabda, bahwa “kalian adalah yang lebih tahu dengan urusanmu”. Makna dari sabda nabi ini adalah sangat kontekstual, artinya urusan kemasyarakatan, kebudayaan itu sangat menyesuaikan dengan masa di mana orang itu berada. Tentunya penyesuaian itu adalah yang harus sejalan dengan nilai-nilai agama. Dan agama Islam adalah agama yang Rahmatan Lil alamin. Artinya islam sebagai agama memiliki nilai-nilai dimensi social (Hablum minannaas), dan juga dimensi spiritual (Hablum minallah). Karena manusia hidup tidak hanya cukup dengan ibadah mahdhah saja, karena untuk dapat menjalankan ibadah tersebut juga perlu dukungan dari aspek yang lain, seperti keamanan, ekonomi, budaya, dan lainnya.
Gambaran di atas, tentunya harus menjadi spirit untuk bahan renungan bagi masyarakat cibeber pada masa yang akan datang. Kebesaran nama cibeber dengan basis pesantrennya adalah menjadi modal untuk mempertahankan generasi yang kokoh dalam aqidah, dan moral islami, serta generasi yang tidak hanya ikut terombang-ambing oleh arus modernisasi yang serba instant dan glamor. Sebagai masyarakat dunia, kita tidak bisa menutup mata akan datangnya pengaruh budaya ke barat-baratan dan juga heterogenitas etnis, buda, dan agama. Tetapai sebagai orang Timur juga tidak boleh terlena dengan pengaruh buday tersebut, namun bagaimana kita bisa memfilter dan mengambil yang bermanfaat (Dar’ul Mafaasid Muqoddamun ala Jalbil Mashalih). Dan semua kenyataan social itu telah dapat kita lihat saat ini. Pesantren cibeber tinggal beberapa, kiyai dan ustadz yang senior tinggal beberapa sementara yang melanjutkan tidak seberapa. Akan tetapi bagaimana perkembangan penduduknya? Anak-anak mudanya? Lingkungan masyarakat sekitarnya?
Untuk itulah, maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana mempersiapkan generasi yang memiliki kecakapan dan keterampilan dalam bidang sains dan teknologi sesuai dengan kebutuhan masyarakat global namun tetap dalam bingkai nilai-nilai ajaran islam, sehinga dapat menjadi generasi yang cakap social, cakap moral, cakap intelektual dan cakap spiritual. Bukankah ada pepatah: Agama tanpa ilmu adalah buta, dan ilmu tanpa agama adalah celaka.
Upaya preventif, dan menjadi salah satu problem tersulit untuk dihadapi, namun harus menjadi komitmen bersama pemuka agama, adalah mencegah kemerosotan peran agama di tengah era modern ini. Upaya tersebut tergantung pada 4 aspek. Pertama, segi doktrin agama, tuntutannya adalah mengupayakan agar ajaran-ajaran agama menjadi kontekstual. Tugas ini tidak gampang. Konservatisme dan ortodoksi pemeluk agama tidak mudah dibelokkan kearah kontekstualisasi. Kedua, pelembagaan agama ke dalam organisasi akan terhadang oleh arus sekularisai yang begitu gigih memutuskan kaitan antara yang profane dengan yang imanen. Agama diputuskan hubungannya dengan masalah kenegaraan, karena keberagamaan adalah urusan pribadi yang tidak perlu dicampurtangani oleh pemerintah. Ketiga, ritual agama yang dianggap menghambat produktivitas ekonomi masyarakat. Penyegaran ritus agama juga tidak mudah karena harus pula berpegang pada kadar otentisitasnya. Menghindari tuduhan bahwa agama sarat dengan superstisi, takhayul, bid’ah, khurafat dengan sendirinya terkait pada rasionalisasi ritual-ritual agama. Keempat, aspek kepemimpinan agama, tuntutan terberat adalah pengadaan pemimpin “mumpuni, handal, memiliki kualifikasi keilmuan yang komprehensif, mendalam”, dalam arti memilki penguasaan mendalam terhadap totalitas ajaran agama dan dinamika yang menyertainya serta memilki wawasan dan pemahaman yang memadai pula tentang perikehidupan masyarakat industri modern dengan segala atributnya. Disini ia pun dituntut memiliki kmampuan komunikasi kepada berbagai pihak. Disamping itu, secara personality yang terpenting dari seorang “pemimpin agama” ia harus memiliki “good character”, artinya pemimpin bukan hanya pandai berbicara, namun ia menjadi “uswah hasanah”.
Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah seraya berbuat ihsan, maka baginya ganjarannya di sisi Tuhannya dan tiada ketakutan atas mereka, tiada pula mereka akan bersedih” (QS Al Baqarah:111-112)
Banyak orang mengandalkan nisbah diri dengan nama besar suatu organisasi atau jama’ah, berbangga dengan kepemimpinan tokoh perubah sejarah, namun sayang mereka tak pernah merasa defisit, padahal sama sekali tidak meneladani keutamaan mereka.” Barangsiapa lambat amalnya, tidak akan menjadi cepat karena nasabnya” (HR. Muslim)
E. Penutup
Perubahan masyarakat akan selalu dipengaruhi oleh perkembangan penduduk dan budayanya, baik budaya yang datang dari luar ke dalam tatanan masyarakat tersebut ataupun interkasi dari internal masyarakat itu sendiri dengan lingkungan sekitarnya. Dan sudah barang tentu setiap perubahan akan memiliki dua dampak nilai, yaitu positif dan negative. Dampak positif, misalnya adalah ketika secara material berdampak pada income masyarakat, dan secara non material berdampak pada perkembangan kemajuan budaya, politik, pendidikan, dan tatanan social yang lainnya. Sedangkan dampak negativnya adalah jika perubahan tersebut mempengaruhi nilai-nilai kehidupan masyarakat, baik dalam tata kehidupan social (seperti gotong royong, kebersamaan, dll), beragama (seperti ketauhidan, ibadah), maupun tatanan nilai-nilai yang lainnya.
Sementara itu, kecenderungan dunia modern dan globalisasi adalah pada hal-hal yang bersifat duniawi (materialistis dan kapitalis), sementara hal-hal yang bersifat ukhrowi (soal beragama dan etika) dianggap masalah yang bersifat individual dan vertical (hablum minallah). Oleh karena itu, untuk mengantisipasi setiap perkembangan adalah sangat tergantung pada individunya, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus, yang harus mempersiapkan diri baik dari aspek pendidikan, pengetahuan dan keterampilan (skills) maupun aspek mental spiritualnya.
Dan pengendali itu ada pada “nilai-nilai agama”. Karena Agama tidak hanya berbicara social nilai-nilai keakhiratan, seperti ibadah mahdhah semata, tapi juga tentang keseimbangan antara nilai dunia dan akhirat yang dilandasai nilai-nilai keimanan.
Wallahu A’lam Bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar